$3.00
Wintang berusaha tetap optimis menghadapi hidup setelah kewafatan Sang Kakek. Seluruh masyarakat desa Sobanlah tahu bahwa kini Wintang hidup sendirian. Oleh karena ayah-ibu dan saudaranya tak bisa diselamatkan dalam musibah bencana alam beberapa tahun silam, ia dilarikan ke desa sang kakek dan dirawat olehnya.
Hari itu, belum lepas dari ingatan warga setempat akan kepulangan sang Kakek. Segala kisah tentang Wintang masih membekas dalam benak siapa saja.
Hal ini yang membuat Bu Nyai Sayyidatina, Istri dari Pengasuh Pondok Pesantren Al Amin, mengunjunginya di suatu malam.
Wintang yang tengah merajut mimpi-mimpi dalam coretan di dreambooknya, menyambut Ibu Nyai dengan hangat. Beliau meminta Wintang untuk tinggal di pesantren dan menemani Zahra, menantu beliau di pondok takhfidz.
Sejak itu, Wintang merasa memiliki dunia baru yang lebih indah. Nyawa optimisnya kian menyala. Semuanya tahu bahwa gadis sebatang kara ini amat periang, penyayang dan semangatnya berpijar bersama keceriaannya.
Bakatnya menyanyi difasilitasi oleh keluarga pesantren dengan didirikannya sebuah kafe khusus perempuan -baik santri, maupun masyarakat setempat-. Setiap sebulan sekali, Wintang selalu tampil dengan suara merdunya, menghibur para kaum hawa yang datang untuk merefresh pikiran, di kafe itu.
Tak hanya di bidang tarik suara, gadis yang juga dijuluki Siti Nurhaliza ini juga serius mengembangkan bakatnya merancang baju. Bersama sahabat-sahabatnya, ia membuat ragam inovasi agar kualitasnya semakin meningkat. Berharap pada gilirannya mereka bisa membuka butik di berbagai cabang.
Namun, terasa sesuatu lain di hatinya ketika Ibu Nyai tiba-tiba berpulang ke rahmat Allah. Kali itu, baru ia rasakan kesepian yang teramat sangat. Hingga membuat keluarga pesantren, juga santri serta sahabatnya khawatir bukan kepalang. Tak ada lagi baju-baju karyanya, tak ada lagi celoteh riangnya, dan kafe sepi pun dari suaranya.Semua orang merindukannya, merindukan semangatnya, dan tentu saja, merindukan kreatifitasnya.
Padahal, setiap tahun, hampir seluruh santri berusah mengerahkan kemampuannya dalam berkarya, agar masuk seleksi "Santri Naik Haji (SNH)".
Bagaimana Wintang mengembalikan keceriaannya? dan bagaimana prosesnya untuk mengikuti seleksi SNH?
Judul: Kafe Bidadari (Bukan Cinta Biasa 4
Penulis: Fina Af'idatussofa
Penerbit: Embun Imagi
Terbit: Cet. I, 2013
Tebal: -
Ukuran: -
Harga: $3.00
Add to Cart
More Info